Gubernur Deru akan mengkaji ulang besaran UMP Sumsel

Sumatera Selatan – Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru akan mengkaji ulang besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 yang sudah disahkan senilai Rp3.144.446.

Pengkajian ulang itu disampaikannya guna merespons protes dari serikat buruh setempat yang menuntut adanya kenaikan upah tujuh sampai 10 persen dari nilai yang disahkan tersebut.

“Bakal dikaji kembali. Sangat mungkin ada perubahan kenaikan jika, tidak menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) dan rumus-rumus pengupahan,” kata Herman Deru di hadapan ratusan buruh yang berunjukrasa di Palembang, Selasa siang.

Kendati demikian, menurutnya, dalam proses pengkajian ulang upah pemerintah perlu melibatkan elemen buruh dan pengusaha atau dalam hal ini dewan upah.

Sehingga hasil pengambilan keputusan menjadi solusi konkret karena sudah disepakati bersama.

“Kenaikan upah sekitar 7-10 persen tak bisa diputus hanya oleh seorang Gubernur.  Ada prosesnya, ada diskusinya, ada aturan yang perlu dipelajari,” ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, aturan yang mendasari penetapan nilai UMP yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja juga sedang dikaji karena dinilai inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

“Prinsipnya kami pemerintah memang harus menjadi penyeimbang bagaimana kebutuhan buruh terakomodir dan kebutuhan perusahaan terpenuhi,” tandasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, ribuan buruh yang tergabung dari berbagai elemen serikat pekerja Sumatera Selatan mendatangi kantor Gubernur di Jalan Kapten A Rivai, Sungai Pangeran, Kecamatan Ilir Timur I, Palembang.

Ratusan pekerja tersebut protes nilai UMP yang disahkan Surat Keputusan (SK) nomor 746/kpts/Disnakertrans/2021 dan meminta Gubernur membatalkannya. Lantas mereka meminta Gubernur mempertimbangkan adanya kenaikan upah sekitar 7-10 persen.

“Kami juga meminta gubernur selaku kepala pemerintahan untuk mengkaji ulang UMK. Sebab tidak untuk kebutuhan kami satu bulan yang naik hanya Rp19.000,”ujar Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumsel Abdullah Anang.

Mereka berharap proses pengupahan dapat kembali ke UU nomor 13 tahun 2003 yang dinilai memiliki penilaian lebih objektif.

Merujuk setelah adanya keputusan MK yang menyatakan kalau UU omnibuslaw Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat.

Menurut mereka, UU nomer 12 tahun 2003 lebih jelas proses kenaikan upahnya dinilai dari indikator kebutuhan hidup layak (KHL), sedangkan di UU baru pemerintah tak lagi memasukkan unsur KHL untuk kenaikan upah.

“KHL adalah hal yang tepat, setiap tahunnya akan disurvei disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari. Dalam Omnibuslaw yang jelas hak-hak buruh dalam dewan pengupahan tidak ada lagi,” tandasnya.

 

 

sumber : Antarasumsel.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*